Tim Kuasa Hukum LKBH IBLAM (Institute Business Law & Management) |
Kota Bekasi, SUARATOPAN - Rekaman CCTV (closed circuit television) pada peristiwa pembegalan di Jl. Perjuangan Teluk Pucung Kota Bekasi yang diduga dilakukan oleh geng motor Akatsuki pada tahun lalu, tidak bisa dijadikan alat bukti petunjuk.
Hal itu dikatakan Usman S.H,. M.H. Ketua Tim Kuasa Hukum LKBH IBLAM (Institute Business Law & Management) sebagaimana disampaikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi pada Selasa (25/5/21) di ruang persidangan.
"Majelis Hakim menyatakan bahwa alat bukti CCTV itu tidak bisa jadi alat bukti petunjuk, sehingga tidak bisa dihadirkan dalam proses persidangan perkara yang kami tangani," ucap Usman selaku Kuasa Hukum dari para terdakwa, Minggu (30/5/21).
Alat bukti petunjuk CCTV dalam pemeriksaan penyidik di Kepolisian Sektor (Polsek) Bekasi Utara Polres Metropolitan Bekasi Kota sempat dipertanyakan oleh 11 Advokat LKBH IBLAM selaku Kuasa Hukum para terdakwa.
Sidang lanjutan perkara Geng Motor Akatsuki, Nomor: 240/Pid.B/2021/PN.Bks dalam agenda mendengarkan keterangan para saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari pihak keluarga serta rekan korban.
Ketiga saksi mengatakan bahwa tidak melihat atau mendengar secara langsung peristiwa pembegalan yang diduga dilakukan oleh geng Akatsuki. Melainkan mengetahui dari Media Sosial (Medsos).
"Ketiga saksi itu, mengatakan bahwa mereka tidak melihat langsung aksi pembegalan tersebut, melainkan hanya melihat dari medsos seperti Whatsapps dan Facebook," kata Markus LP, S.H salah satu tim Kuasa Hukum dari para terdakwa.
Sementara itu, Usman pun menegaskan bahwa Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut saat memeriksa saksi-saksi memohon pada JPU untuk menghadirkan saksi yang mengetahui peristiwa pembegalan tersebut pada persidangan 8 Juni 2021 mendatang.
"Kami memohon kepada JPU, mengingat CCTV tidak termasuk alat bukti petunjuk, maka kami minta untuk dihadirkan saksi yang betul-betul mengetahui kejadian pembegalan tersebut," ucapnya.
Usman, SH.,MH. mengharapkan pada sidang berikutnya tanggal 8 Juni 2021 agar Majelis Hakim bersikap adil dalam memeriksa dan mengadili Para Terdakwa. Terlebih lagi saksi yang akan diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah saksi-saski dari pihak kepolisian.
"Pemeriksaan saksi-saksi dari kepolisian ini sangat penting untuk mengungkap fakta yang sebenar-benarnya apakah benar para terdakwa adalah pelaku Dugaan Tindak Pidana sebagaimana didakwakan JPU?," imbuhnya.
Oleh karena itu, Usman, SH.,MH. berharap agar Majelis Hakim yang mengadili perkara ini bersikap objektif dalam memeriksa dan mengadili Para Terdakwa.
Tim Kuasa Hukum terdakwa sepakat bahwa tindak pidana kejahatan harus di tindak sesuai hukum yang berlaku di Bumi Pertiwi Indonesia. Namun tidak serta merta yang tidak melakukan tindak pidana harus di hukum.
"Kami sepakat, bahwa siapapun orang yang melakukan tindak pidana harus di hukum. Tapi hukum itu bukti bukan asumsi, perlu pembuktian secara riil, sehingga jangan sampai ada bukti atau saksi yang terkesan di ada-adain," pungkas Usman. (red).