Hj. Nayu Kulsum selaku Kepala Bidang Teknologi Pertanian pada Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi, saat menjelaskan persediaan pupuk bagi petani di masa pandemi covid-19 |
Cikarang Pusat, Bekasi, SUARATOPAN -
Dimasa pandemi Covid-19 yang saat ini melanda Kabupaten Bekasi, hingga Bupati
Bekasi, H. Eka Supria Atmaja, SH pun memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah, tidak menjadi kendala pada aspek pertanian.
Pasalnya, persediaan pupuk bagi petani
saat musim tanam sekarang ini, telah diperhitungkan Dinas Pertanian demi ketersediaan pangan di Kabupaten Bekasi. Meski petani harus tetap melakukan penanaman, hingga mereka tidak peduli dengan pandemi wabah Covid 19.
Begitupun dengan tenaga penyuluh pertanian, yang tetap turun di tengah petani dalam memberikan penyuluhan, demi keberhasilan panen padi yang ditanam. Sehingga persediaan pangan untuk Kabupaten Bekasi tetap terjaga.
"Ketersediaan Pupuk tetap tercukupi. Tidak terganggu dengan PSBB dalam pendistribusian." kata Nayu Kulsum Kepala Bidang (Kabid) Teknologi Pertanian (TP) kepada awak media yang menemuinya di ruang kerjanya. Kompleks perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi, Desa Sukamahi Kecamatan Cikarang Pusat. Rabu (29/04).
Menurutnya, sejak Bupati Neneng Hasanah Yasin hingga Eka Supria Atmaja sektor pertanian mendapatkan perhatian yang cukup besar.
"Mungkin karena mereka dari keluarga petani. Sehingga mengerti betul keadaan petani." Ujar Nayu, panggilan akrab Kabid TP ini.
Untuk menjamin ketersedian pupuk, para petani yang kurang pupuk dapat mengajukan ke dinas pertanian melalui tenaga penyuluh kecamatan setempat. Karena tidak diperkenankan petani dari Lecamatan A membeli pupuk di Kecamatan B.
Sistem irigasi untuk mengairi persawahan pun terus dijalankan untuk memasok air di seluruh area. Dimana area persawahan di Kabupaten Bekasi mencapai 48 ribu hektar lebih.
"Kami hanya mengurusi irigasi di persawahan. Sedangkan irigasi induk yang menggunakan sungai Citarum dan Ciliwung menjadi kewenangan dinas PUPR dan Provinsi Jawa Barat." Lanjutnya.
Sedangkan untuk menjamin agar petani tidak mengalami kerugian apabila gagal panen. Dinas Pertanian hanya bisa menyarankan agar petani mau mengasuransikan area persawahannya.
"Hanya 36 ribu rupiah per hektar per musim." ungkapnya.
Dijelaskan Nayu, Biaya sesungguhnya untuk asuransi adalah 120 ribu. Pemerintah mensubsidi sebesar 84 ribu. Sehingga petani hanya membayar 36 ribu rupiah saja. Apabila terjadi gagal panen 25% saja dalam satu hektar, petani mendapatkan uang ganti sebesar 6 juta rupiah dari pihak asuransi.
"Sayangnya, masih banyak petani yang kurang berkenan mengikuti asuransi tersebut." tutur Nayu.
Salah satu alasan utama para petani adalah mereka hanya buruh tani dan belum pernah mengalami gagal panen.
"Perlu sosialisasi yang lebih intens. Karena asuransi dari Jasindo ini sangat menguntungkan petani." tandasnya.
Diterangkannya, gagal panen ini dalam cakupan luas, seperti terkena musibah banjir, terkena hama dan lain sebagainya. Dan hanya dilihat 25% dari 1 hektar sawah, petani bisa mengajukan klaim pergantian modal tanam. (ST).